Skrining kanker serviks bisa dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan cara papsmear konvensional, atau bisa juga dengan cara tes HPV.

Pembahasan mengenai penyakit kanker serviks tidak bosan-bosannya di bahas berulang-ulang. Karena tujuan pembahasan ini pun sebenarnya untuk mengubah cara berpikir masyarakat yang cenderung terlalu meremehkan terhadap bahayanya penyakit kanker serviks ini. Sebagai contoh dari jumlah penduduk Indonesia, sekitar 242 juta di tahun 2005, 48 juta adalah perempuan usia 20-60 tahun yang berisiko kanker serviks.

Pentingnya Skrining Kanker Serviks

Hampir 70 persen penderita datang berobat dalam stadium lanjut, lebih dari stadium IIB. Padahal, kanker ini bisa dideteksi dini dan dicegah lewat vaksinasi. Sayangnya lagi, skrining kanker serviks tidak terorganisasi, sehingga cakupannya masih di bawah lima persen. dengan risiko itu, cakupan skrining untuk kanker serviks masih terbilang rendah.

Karena cakupan yang sangat rendah inilah, 70 persen perempuan dengan kanker serviks datang berobat dalam stadium lanjut. Semakin tingginya stadium penyakit kanker serviks semakin lama pula pengobatannya.skrining hpv

Kondisi ini mirip di negara tetangga, Filipina. Berdasarkan penelitian sekitar dua pertiga dari kanker serviks didiagnosis dalam stadium lanjut dengan angka kematian tinggi. Sekitar 56 persen perempuan Filipina dengan kanker serviks akan meninggal dalam 5 tahun, dengan tingkat kelangsungan hidup secara keseluruhan 44 persen. Tingkat insidennya dari tahun 1980-1995 adalah 22 per 100 ribu perempuan.

Tidak Terorganisasi

Di Filipina diperkirakan ada 7.277 kasus baru dengan kematian 3.807. peningkatan angka kejadian dari 4536 kasus baru di tahun 1998 menjadi 7.277 kasus baru di tahun 2005. Sebagai catatan, setiap tahunnya terdapat 15 ribu kasus baru dengan angka kematian mencapai 8.000. ini artinya ada 40-45 kasus baru setiap harinya dan 20-25 orang meninggal. Dalam satu jam ada seorang perempuan meninggal akibat kanker serviks. Dibandingkan dengan kasus flu burung, kematian akibat kanker serviks ini cukup tinggi. Angkanya bersaing dengan kematian ibu melahirkan.

Berbeda halnya di Australia, angka partisipasi skrining berdasarkan sitologi cukup tinggi, yaitu 88 persen. Di Singapura, Hong Kong, dan Taiwan, program nasional membuat cakupan skrining menjadi 63 persen. Di Korea, dengan program skrining nasional cakupannya sekitar 55 persen. Tingkat kanker serviks masih tetap tinggi, namun belakangan mulai menurun.

Dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya, skrining di Thailand, Indonesia, Filipina, Vietnam dan Malaysia, tidak dilakukan sebagai program yang terorganisasi. Hal ini yang membuat cakupannya rendah. Program yang terorganisasi untuk pap smear atau IVA pun hanya sebagai pilot projek dengan sedikit perubahan pada angka kematian. Jadi jangan kaget kalau masih banyak penderita kanker serviks datang berobat dengan kondisi lanjut.

Risiko Seks Dini

Evita Peron, mantan ibu negara Argentina, meninggal akibat kanker serviks kala berusia 32 tahun. Istri pertama Juan Peron juga meninggal karena penyakit kanker serviks di usia 28 tahun. Jadi bisa dibayangkan bahwa perempuan yang berasal dari kalangan atas pun bisa terkena kanker serviks.

Di Tanah Air, orang terkenal seperti Nita Talia juga direnggut kanker seviks. Istri salah satu pelawak ada pula yang meninggal karena penyakit yang sama. Di Filipina, mayoritas penderita datang berobat dengan stadium III. Pernah dijumpai anak berusia 13 tahun datang dengan kanker serviks stadium III.

Rupanya anak itu sudah menjadi pekerja seks komersial sejak berusia 6 tahun. Tak heran kalau kemudian ia terkena kanker serviks pada usia belia. Hubungan seks di usia muda memang meningkatkan risiko kanker ini. Sebenarnya dibandingkan dengan kanker jenis lain, banyak kemudahan dari kanker serviks. Salah satunya, kanker serviks bisa dicegah dan dideteksi sejak dini. Deteksi dini dapat dilakukan dengan pap smear atau tes IVA (inspeksi visual dengan asam asetat).

Pria Harus Divaksin

Sementara konsep pencegahan di lakukan dengan vaksinasi HPV karena penyebab kanker serviks adalah virus HPV. Virus ini menjadi masalah bagi perempuan. Sebanyak 50 persen dari wanita pernah terpaparh HPV. Di Indonesia, dalam dua tahun terakhir vaksinasi pencegahan kanker serviks mulai didengung-dengungkan. Hanya saja, karena harganya relatif mahal, vaksinasi baru bisa dijangkau oleh kangan tertentu.

Sementara di Filipina, vaksin HPV sudah populer. Tingkat kesadaran meningkat karena pengaruh publisitas. Sebaiknya vaksinasi dilakukan pada perempuan berusia 10-55 tahun. Bagi yang sudah menikah, harus diskrining terlebih dulu sebelum melakukan vaksinasi. Jika HPV DNA negatif, sementara serumnya positif, perempuan tersebut masih bisa mendapat manfaat dari vaksinasi HPV.

Bukan hanya perempuan yang mendapat vaksinasi HPV. Sebagai upaya menghentikan penyebaran virus, pria juga sebaiknya divaksin. Perempuan yang sudah diproteksi dengan vaksin tetap akan tertular virus dari pasangan seksualnya. Namun, bila pria divaksin juga, transmisi dari pria yang terinfeksi tidak akan terjadi. Dengan cara inilah risiko penyakit kanker serviks dapat diturunkan.

Demikian artikel tentang pentingnya skrining kanker serviks. Semoga bermanfaat.