Semua manusia tidak akan mau hidup dengan penyakit HIV AIDS. Tapi, bagaimanakah kalau akhirnya harus menerima kenyataan hidup dengan penyakit HIV AIDS? Bunuh diri? Tidak ada gunanya mati sia-sia sebelum melakukan perlawanan terhadap penyakit HIV AIDS. Walaupun hati akan selalu tersayat-sayat bukan saja karena melihat keadaan diri yang semakin kuyu karena digerogoti oleh penyakit HIV AIDS, tapi juga menahan lelehan perih sayatan kata-kata yang terdengar menghujat.

‘Gerakan’ Penyakit HIV AIDS
Bisa dikatakan bahwa ‘gerakan’ penyakit HIV AIDS sangatlah perlahan. Gejala yang timbul pun sedikit demi sedikit menghampiri. Tidak seperti penyakit yang disebabkan oleh virus flu burung yang bisa mematikan hanya dalam tempo 5 hari. Karena ‘gerakan’ penyakit HIV AIDS yang perlahan itulah yang menyebabkan derita batin yang sangat perih bagi penderitanya.
penyakit HIV AIDS
Cibiran dan pandangan sinis serta disingkirkan secara perlahan akan menjadi makanan setiap saat bagi para penderita penyakit HIV AIDS. Saat sekaratnya pun mungkin hanya keluarga terdekat saja yang harus merawatnya. Teman-teman, sahabat yang lain bahkan keluarga yang tidak paham mengenai penyakit HIV AIDS takut mendekat karena tahu akibat yang ditimbulkan oleh penyakit HIV AIDS apabila mereka tertular.

Ketangguhan Penderita Penyakit HIV AIDS
Bila pernah membaca artikel atau kisah seorang istri penderita HIV AIDS yang akhirnya harus tertular penyakit seram tersebut dari suaminya, pastilah ada getaran halus dihati karena merasakan beratnya beban wanita tersebut. Apalagi ketika wanita itu tahu kalau ketiga anaknya yang masih berusia balita, juga harus merenggang nyawa karena penyakit HIV AIDS.

Wanita tersebut harus menyaksikan satu per satu orang yang sangat dicintainya merenggang nyawa di pangkuannya. Anak-anak permata hatinya pun akhirnya semua meninggal. Tinggallah si wanita sendirian dengan penyakit HIV AIDS yang dideritanya. Kesunyian, kesepian, kehampaan, kesempitan hidup yang tak terkirakan terus dirasakan oleh si wanita itu. Bila jiwanya tak kuat, frustasi akan datang. Masihkah punya hati untuk menghujat dan mencibir wanita itu?

Atau pernahkah membaca berita koran saat seorang wanita hamil yang berasal dari Jambi harus melakukan perjalanan jauh menuju Rumah Sakit Muhammad Husein yang ada di jalan Sudirman, Palembang? Wanita yang mengidap penyakit HIV AIDS itu harus tinggal di kamar kos sangat apa adanya sambil menunggu saatnya dia melahirkan. Tidak ada suami karena memang dia tidak bersuami. Tidak ada orang tua karena memang dia tidak ingin orang tuanya tahu. Tidak ada sanak saudara karena dia tidak mau satupun keluarganya tahu bahwa dia hamil akibat dari pekerjaannya menjajakan diri. Hanya seorang wanita pekerja sosial yang menemaninya.

Ingin rasanya dia menggugurkan kandungannya. Tapi, dosanya telah bertumpuk dan dia tidak ingin menambah dosa besar lainnya. Hidupnya terpusat pada bagaimana bayinya lahir dan berharap bayi tersebut tidak tertular penyakit HIV AIDS. Dia ingin hidup demi anaknya sambil berharap penyakit HIV AIDS yang dideritanya dapat tersembuhkan.
penderita penyakit HIV AIDS
Dia tidak sendirian ternyata. Ada beberapa wanita hamil yang juga mengidap penyakit HIV AIDS. Merekapun berasal dari tempat yang jauh dari RS M. Husein. Satu dari sangat sedikit rumah sakit yang ada di Sumatera bagian selatan yang mempunyai instalasi dan paramedis terlatih dalam menangani pasien pengidap penyakit HIV AIDS.

Rasanya cukuplah penyakit HIV AIDS tersebut sebagai beban hidup para penderitanya. Tidak perlulah kita yang sehat menambah beban hidup mereka. Apalagi dengan cara menghujat dan menghakimi mereka. Allah Maha baik dan pasti tidak akan memberikan beban melebihi kesanggupan umat-Nya.