Berdasar penelitian, para pria cenderung lebih rentan terhadap kecelakaan kerja maupun lalu lintas. Kaum pria juga lebih enggan melakukan pengobatan dibandingkan dengan wanita. Padahal, para pria saat ini layak dan wajib memperhatikan kesehatan dirinya.

Coba Anda bayangkan pandangan kepada para pengendara sepeta motor di jalan-jalan di kota besar. Di jalan-jalan protokol di Kota Jakarta, setidaknya pengendara sepeda motor pria dan wanita sekitar 20 berbanding 1. Sementara pejalan kaki, perbandingannya bisa mencapai 5 banding 1.

Begitupun di perkantoran, setidaknya perbandingan pria dan wanita yang merokok mencapai 20 banding 2. Memang angka ini hanya berdasarkan pengamatan. Namun, fakta ini setidaknya menunjukkan ada lebih banyak pria yang terpapar radikal bebas dibanding wanita.

Elektron liar dan reaktif yang dikenal sebagai radikal bebas itu berupa – rupa wujudnya. Bisa berwajah asap rokok, asap kendaraan bermotor, olahraga yang berlebih, racun pada makanan berupa zat pengawet, pewarna, penyedap ( monosodium glutamate ), sinar ultraviolet dan banyak lagi.

Cegah Penyakit Kanker Paru-paru
Bak air terjun yang menggerojok tiada henti, radikal bebas menyerbu para pria yang saban hari aktif bergerak. Penangkal radikal bebas harus tersedia tiap saat karenanya. Pertahanan yang disebut antioksidan ini bisa diperoleh dari beragam sumber. Seperti sayur, buah, juga suplemen.

Pentingnya antioksidan untuk pria yang makin aktif dan kerap terpapar radikal bebas, diungkapkan oleh Dr. Lester Packer. Peneliti radikal bebas dan antioksidan pertama dari Universitas California, Berkeley, Amerika Serikat ini menyimpulkan dalam laporan tahun 1991 di Amerika Journal of Clinical Nutrition.

“Karena antioksidan vitamin E digunakan oleh jaringan tubuh selama berolahraga berat, kebutuhan vitamin E pun harus ditingkatkan selama latihan ketahanan tubuh,” kata Lester.

Penulis buku Antioxidant Revolution, Dr. Kenneth H. Cooper, menyatakan bahwa antioksidan jika dikonsumi dalam jumlah besar bisa melindungi perokok dari penyakit kanker paru-paru dan kerusakan akibat radikal bebas.

Telaah yang dilakukan Multiple Rish Intervention Trial Study yang berlangsung tahun 1973 sampai 1975 menjadi dasar pendapatnya. Penelitian ini mengukur kaitan antara kadar betakaroten dalam serum dan munculnya penyakit kanker paru-paru. Para peneliti menemukan kadar betakaroten dalam tubuh perokok yang mengidap kanker paru-paru secara nyata lebih rendah dibandingkan dengan perokok yang tidak mengidap penyakit kanker.

American Journal of Clinical Nutrition 1991 mengungkapkan penelitian yang dilakukan Anthony Diplock, yang menunjukkan bukti bahwa betakaroten secara nyata melindungi perokok dari kanker paru-paru. Meski begitu, pemilik Pusat Aerobik Cooper yang berdomisili di Dallas, AS, ini tetap menganjurkan agar perokok lebih baik menghentikan kebiasaannya merokok daripada bersusah payah menggunakan antioksidan.

Tiga Kali Lipat
Para pria, dikatakan oleh Cooper, memerlukan lebih banyak vitamin terutama vitamin C daripada wanita. Beberapa telaah melaporkan bahwa pria memerlukan vitamin C lebih banyak karena tubuh pria rata-rata lebih besar dibandingkan wanita.

Journal of Clinical Nutrition tahun 1987 dan 1988 menyebutkan, pria perlu vitamin C dalam makanan tiga kali lebih banyak daripada wanita untuk mempertahanakan tingginya kadar vitamin ini dalam plasma. Dalam hubungannya dengan penyakit mata, katarak, laboratorium Penelitian Gizi dan Visual Pusat Penelitian Gizi Manusia USDA di Universitas Tufts mengemukakan bahwa untuk menunda mulainya katarak, pria harus makan lebih dari 500 mg vitamin C setiap hari, sementara wanita hanya 200 mg per hari.

Sebuah penelitian lain menegaskan bahwa suplementasi antioksidan dapat menurunkan risiko kanker pada pria, tetapi tidak untuk wanita. Demikian diungkapkan dalam artikel tanggal 22 november di The Archives of Internal Medicine.

Menurut artikel ini, antioksidan termasuk betakaroten, asam askorbat, vitamin E, selenium, dan zinc mencegah efek merusak yang disebabkan molekul-molekul reaktif radikal bebas yang diproduksi oleh metabolisme tubuh. Penelitian ini juga menyatakan, diet rendah antioksidan bisa meningkatkan insiden penyakit kanker dan penyakit pembuluh darah jantung.

Efektif Lindungi Pria
Serge Hercberg, MD, Ph.D dari Institut National de la Sante et de la Recherche Medicale (INSERM) dan Unite de Survellance et d’Epidemiologie Nutritionnelle, Paris, Perancis dan koleganya menguji efikasi diet kombinasi antioksidan diantara 13.017 warga Perancis.

Ada 7.876 wanita dengan rentang usia antara 35-60 tahun dan 5.141 pria dengan rentang usia 45-60 tahun ikut dalam penelitian ini. Para partisipan secara acak diberi kapsul yang mengandung 120 mg asam askorbat, 30 mg vitamin E, 6 mg betakaroten, 100 mikrogram selenium dan 20 mg zinc, dan tentu saja ada yang diberi kapsul plasebo. Perkembangan mereka diamati selama 7,5 tahun.

Para peneliti menemukan tak ada perbedaan antara peserta yang mengonsumsi antioksidan maupun plasebo dalam kaitannya dengan kejadian penyakit kanker (4,1 persen kelompok mengonsumsi antioksidan dan 4,5 persen mengonsumsi plasebo) atau dalam kaitannya dengan penyakit kardiovaskular (2,1 persen mengonsumsi antioksidan dan 2,1 persen lain mengonsumsi plasebo) atau terjadinya kematian.

Namun, saat para peneliti memperhatikan kejadian kanker dikaitkan dengan jenis kelamin, mereka menemukan hasil menarik. Ternyata efek perlindungan antioksidan terhadap pria cukup berarti dibandingkan terhadap wanita. Kecenderungan yang sama juga terjadi pada rata-rata kematian. “Setelah 7,5 tahun, suplementasi antioksidan dosis rendah menurunkan insiden kanker secara total dan penyebab kematian para pria dan tidak pada wanita. Suplementasi mungkin efektif pada pria karena kadar antioksidan, terutama betakaroten, pada tubuh mereka memang rendah,” papar Serge.

Serge menyimpulkan hasil tadi mengindikasikan bahwa suplementasi nutrisi antioksidan yang memadai dan seimbang, misalnya dengan mengonsumsi buah dan sayur dalam jumlah banyak, jelas melindungi pria dari penyakit kanker.
antioksidan alami
Melindungi Kandungan Antioksidan Dalam Makanan
Antioksidan bisa berasal dari bahan alami dan bahan-bahan sintesis atau buatan. Antioksidan alami terdapat pada berbagai bahan makanan seperti sayuran hijau yang mengandung klorofil, buah-buahan berwarna kuning oranye yang mengandung karoten dan likopen, juga anggur merah serta makanan lain seperti tempe. Antioksidan sintesis bisa didapat dari suplemen yang banyak beredar di pasaran.

Seperti diungkapkan Dr. Gentiamo Saputro, MD, ahli naturopati lulusan Universitas Phoenix, Amerika Serikat, penyerapan antioksidan dalam tubuh tidak maksimal, akibat proses pemasakan atau pengolahan. Karena itu, bila hendak mengambil antioksidan dari bahan makanan, kita mesti memperhatikan benar-benar proses pemasakannya.

Kandungan vitamin yang terdapat dalam bahan makanan sangat mudah hilang bila dimasak pada derajat panas yang tinggi dan lama. Lebih baik sayuran dimasak paling lama sekitar tiga menit saja. Lebih baik lagi kalau kita makan sayuran segar seperti kebiasaan orang Sunda dengan model lalapan.

Namun, cara ini pun perlu diperhatikan kebersihannya. Kalau kita mengonsumsi sayuran segar, air yang kita pakai untuk mencucinya harus benar-benar bersih. Jika air untuk mencuci itu tercemar, bukan sayurannya yang bisa menimbulkan radikal bebas, tetapi justru airnya. Akibatnya, usaha kita menangkal radikal bebas menjadi sia-sia.

Berikut ini kiat melindungi kandungan antioksidan dalam makanan:

* Hindari bahan makanan yang sudah layu
* Hindari pemakaian air yang berlebih.
* Coba konsumsi air yang Anda gunakan untuk merebus bahan makanan. Antioksidan mungkin ada di dalamnya.
* Hindari proses pemilahan, pemotongan, perajangan, pengirisan, pembilasan atau perendaman yang berlebihan.
* Hindari penggunaan panas yang berlebih pada saat memasak. Perebusan yang lama atau pemparan makanan terhadap nyala api, semisal di panggang, dapat merusak antioksidan.
* Jangan sekali-kali menghangatkan kembali makanan nabati yang telah dimasak satu kali.
* Hindari mempertahankan kehangatan makanan selama lebih dari 30 menit sebelum dihidangkan.
* Jangan membeli bahan makanan yang telah dipotong-potong.
* Jangan menyimpan bahan makanan segar dalam lemari es lebih dari beberapa hari, apalagi seminggu.
* Membeli buah dan sayur bekuan merupakan pilihan yang tepat jia Anda memperkirakan tidak akan mengolah bahan segar dalam beberapa hari setelah berbelanja.
* Simpan makanan yang telah dimasak satu kali dalam wadah kedap udara.