Orang medis mengakui, sungguh repot berurusan dengan penyakit perut. Keluhan, gejala, dan tanda dari berpuluh penyakit perut yang kita kenal, hampir semuanya serupa. Kalau bukan mual, ya muntah, mulas, melilit, doyan buang angin, atau mencret. Itu makanya, melihat penyakit perut dilarang sepotong-sepotong karena perut itu sebuah sistem. Gangguan pada pencernaan bisa saja mengganggu usus besar. Penyakit di hati juga bisa mengganggu lambung. Rongrongan pada pankreas mungkin bikin susah usus kecil juga. Begitu pula bila ginjal, limpa atau saluran kemih lagi bermasalah.

Isi perut kita bukan cuma usus. Selain usus, isi perut juga ada lambung, hati, kandung empedu, limpa, ginjal, saluran kemih dan tentu kandung kemih. Usus sendiri terbagi menjadi usus duabelas jari, usus kecil, dan usus besar. Di perut wanita masih ada tiga perabot ekstra lagi, yakni rahim, saluran telur dan indung telur. Kaum Adam tidak memiliki ketiganya. Namun jaun nun di kolong perut lelaki kedapatan sebuah kelenjar. Prostat namanya. Itu yang memberinya label lelaki sejati. Jadi, kalau ditotal general, di perut orang normal terdapat lebih sepuluh komponen yang menyusun sebuah sistem bernama pencernaan. Masing-masing komponen perut bisa error, terjadi lebih dari satu. Kitab medis mencatat ada puluhan penyakit perut.

Masih Jorok

Setiap bangsa, suku bangsa, atau kelompok, bahkan dalam keluarga, punya masalah perutnya. Ini terkait dengan perbedaan dalam menu, tradisi makan, takhayul, gaya dan pola makan, dan tentu tingkat higienitas serta sanitasi. Seperti biasa, kita tidak punya angka otentik ihwal statistik penyakit, termasuk penyakit perut. Namun, melihat pranata kesehatan masyarakat, mayoritas penyakit perut bermuasal dari dominasi higienitas dan sanitasi yang masih jorok.

Seteru mayoritas masyarakat kita masih komplotan ekonomi yang rendah, kurang gizi, higienitas dan sanitasi yang masih buruk. Itu sebab penyakit perut masih spesifik seputapenyakit perutr infeksi (fecal-oral, foodborne), akibat ignoransi, defisiensi gizi dan himpitan hidup yang bikin stress. Stress bisa bikin sederet penyakit perut juga.

Sebut saja masih muda usia, tetapi sudah ompong. Lebih separuh gigi murid SD di Indonesia sudah keropos dan tak terpelihara. Belum kelewat tua sudah ompong. Kondisi ompong membebani kerja pencernaan. Lambung bekerja lebih berat sebab makanan belum lumat sempurnya ketika tiba di kantong nasi.

Perut jadi berpenyakitan kalau faktor pelindung ( defensive ) dan faktor serangan (agresi) tidak harmoni. Asam lambung, hormone lambung, enzim, probiotik itu pada pelindung. Menu berkurang, pedas, masam, obat, jamu itulah sang perongrong. Apalagi mengingat soal ragam sambal, bukankah kultur kita jagoannya?

Pola dan gaya makan kapan saja, apa saja dimakan, dan lupa kalau sarapan itu vital, bikin sakit maag ( gastritis, gastropathy, ulcus pepticum, ulcus duodenum) kian subur di Indonesia. Itu diperburuk lagi karena kuman Helicobacter pylori mayoritas penyebab penyakit maag. Populasinya meningkat lantaran belum higienisnya kita dalam bersantap.

Diperkirakan penyakit maag di negeri kita menjadi penyakit menular. Contoh, lewat saling suap-menyuapi ketika masa kanak-kanak, dan itu berisiko tercemari kuman penyebab. Diperkirakan, sekitar 40 persen lambung populasi Indonesia mengidap kuman Helicobacter pylori yang menyebabkan penyakit dalam perut kita.

Bahan Kimia

Yang sama terjadi dalam hal cemaran telur cacing. Sayur di supermarket pun kedapatan sudah tercemar telur cacing. Orang kota dan desa sama-sama solider kena penyakit cacing. Lebih separuh anak sekolah kita mengidap penyakit cacing. Ada peternakan cacing di ususnya. Dan ini masalah nasional, menguras darah dan mengorting IQ inangnya.

Kekurangan air bersih, jajanan yang rata-rata tidak bersih, kebersihan perorangan (food handler) yang buruk, menambah besar infeksi perut dalam hidup keseharian masyarakat kita. Sebut saja keracunan makanan (gastroenteritis), disentri, tifus dan bisa jadi kolera juga.

Penyakit hepatitis A juga bermuasal dari makanan-minuman yang tidak bersih. Bahan kimiawi dalam jajanan, tahu, kecap, sirop dan saus murah bikin rusak perut juga. Angka mangkir, dan penyakit perut orang Indonesia rajin meningkat.

Satu yang masih boleh dianggap berhikmah atas joroknya kita adalah anak-anak Indonesia rata-rata sudah kebal polio selewat umur 7 tahun. Virus polio subur di lingkungan jorok. Dari situ virus memasuki usus lalu anak-anak kita memperoleh kekebalan alaminya. Sinyo bule masih perlu vaksinasi polio karena sudah kelewat serba bersih.

Hikmah lainnya, lantaran saban hari tercemar berjenis-jenis virus, kuman dan parasit, perut rata-rata orang Indonesia kesohor lebih kebal di banding perut Mr. Bush atau Mr. Lee Kuan Yeuw. Makanan-minuman harian yang buat kita tidak bikin mencret, bisa bikin diare bila dikonsumsi Mr. Tony Blair yang saban hari menunya serba steril.

Ironisnya, pilihan menu kita sekarang sudah condong Baratisasi, ketika orang Barat mulai sadar pilihan menunya salah. Sekarang kita justru berbondong-bondong antre burger, hotdog, buka makanan kalenggan, memilih buah impor ketimpang papaya dan belimbing di pekarangan, dan malah gandrung menu siap saji yang cenderung ampas ( junk food ), jenis menu yang boros garam, kaya gula, penuh lemak dan bahan kimiawi penyedap (mono sodium glutamate), pengawet, pewarna. Buat perut, ini semua tak menyehatkannya sama sekali!

Otobiografi Gizi

Tubuh kita merupakan otobiografi gizi apa yang dari kecil kita konsumsi. Dan kesehatan seseorang ditentukan oleh apa yang mengisi meja makannya. Sayang, perut orang Indonesia yang sudah terakulturasi Barat itu, selain sudah menjadi “perut warung nasi” (yang serba tidak steril), lalu menjadi “perut restoran” yang serba menu “ampas”, kemudian berisiko menjadi “perut apotek” saking rajin minum obat apa saja, kendati tidak perlu.

Kondisi perut yang sejak awal sudah kurang gizi, sering terinfeksi, tercemar radikal bebas macam-macam, terimbas menu Baratisasi, memunculkan penyakit perut baru di pinggiran kehidupan modern kota besar di Indonesia. Rata-rata orang papa Indonesia memikul juga risiko akibat kekayaan orang lain (industri, menu restoran, makanan kalengan), Selain akibat kurang gizi, sering terinfeksi dan mewarisi serba kelemahan tubuhnya sendiri. Bertubi-tubi diserang infeksi usus, beragam gangguan fungsi usus, polip usus, tumor usus dan bahkan kanker usus, itu semua yang kian menambah rapuh rata-rata perut orang Indonesia.

Pola dan gaya makan yang salah, pilihan menu yang tidak ramah pada usus, menjadikan usus orang Indonesia sudah mirip tong sampah. Ditambah kurangnya menu berserat (harga buah mahal dan sayur susah didapat akibat pola makan harian yang monodiet), pola buang air besar yang tidak tertib, menahan lebih lama ampas yang mestinya tidak boleh berlama-lama tertahan di usus, memperbesar risiko terkena kanker usus.

Usus yang sehat akan membersihkan dirinya sendiri (self-cleaning). Kebiasaan minum obat pencahar hanya membuat flora usus, peternakan kuman bersahabat di dalam usus kita, akan musnah dan itu yang kemudian membuat usus kita menjadi tidak bugar lagi. Kebugaran usus dibangun dengan cara menyuburkan kuman bersahabat di dalam usus. Sejak lahir, usus kita sudah dihuni kuman berjasa yang membantu kita mencernakan makanan, memproduksi vitamin K, dan menghalau bibit penyakit, itulah si probiotik.

Agar perut terus bugar, populasi kuman usus harus terus dipelihara. Kita perlu juga menu probiotik ( pisang, asparagus, bawan bombai, madu dan susu ) untuk memberi makan pada kuman yang hidup secara damai berdampingan di usus.

Pencegahan Penyakit Perut

Tiada cara lain yang mampu menjaga kesehatan usus, selain dengan selalu tertib dalam pola makan, pilihan menu yang bersih dan menyehatkan, cukup minum dan buang air besar teratur. Kebiasaan mencuci tangan dan cerdas memilih serta mengolah menu yang suci dari hama akan membebaskan kita dari jangkitan puluhan jenis penyakit perut yang tidak perlu. Termasuk bisa mengurangi hobi berlama-lama melamun di kloset tetangga.