Siapa bilang cuma orang tua yang bisa memiliki penyakit jantung? Disebuah situs berita nasional diberitakan, bahwa seorang karyawan berusia 30, baru mau menikah, didapati meninggal di kamar kosnya kosnya karena serangan penyakit jantung mesti ia bukan perokok. Ternyata, selain bertubuh gemuk, ia mewarisi penyakit hipertensi dari ayahnya.

Di situs itu pun diberitakan pula bahwa terdapat pula pria ( sebut saja adi ) yang meninggal di usia 30 tahun. Pria yang baru menikah 10 bulan lalu itu terkena serangan jantung dan seketika meninggal saat istirahat, kelelahan usai pergi dari luar kota.

Diberitakan, bahwa menurut istrinya, ia memang sudah mulai merokok dan tidak pernah berhenti. Meski dia bisa menjaga berat badannya hingga tetap idel, makanannya tidak pernah lepas dari menu soto jeroan, sate usus dan semua hal yang berasa minyak dan lemak. Bahkan, dia sangat tidak suka sayur.

Akibatnya kolesterolnya begitu tinggi, tetapi ia tak pernah peduli dengan hal itu. Demikian cerita istrinya yang berada di Semarang itu.

Kegemukan

Banyak orang, termasuk almarhum adi di atas, tidak tahu atau tak sadar bahwa kebiasaan hidup, termasuk pola makannya, tidak menyehatkan. Tak sedikit pula yang sudah tahu tidak sehat tetapi tetap meneruskan gaya hidup tidak sehat itu.

Alasannya, “Hidup itu Tuhan yang mengatur. Kita kan tinggal menjalani takdir. Kematian itu takdir Tuhan,” ujar celoteh kebanyakan orang-orang di warung kopi.

Tak heran bila sekarang banyak anak muda menderita penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, stroke dan penyakit diabetes. Padahal, penyakit ini dulu lebih dikenal sebagai penyakit orangtua.

Memang Federasi Jantung Dunia (WHF-World Heart Federation) melaporkan bahwa penyakit kardiovaskular (CVD – cardiovascular disease), yang merupakan penyebab kematian, telah menurun dari 51 persen (1985) menjadi 48 persen (1990) dan 46 persen (1997) di negara maju. Sebaliknya, di negara berkembang, persentase kematian akibat CVD meningkat dari 16 persen (1985) menjadi 17 persen (1990) dan 24 persen (1997).

Hal yang sama terjadi di Indonesia. Menurut Badan Litbang Departemen Kesehatan RI, persentase kematian meningkat dari 5,9 persen (1975), menjadi 9,1 persen (1981), 16 persen (1986) dan 19 persen (1995). Penelitian tahun 2000 di Jakarta Selatan (Kecamatan Mampang Prapatan dan Kebayoran Baru) bahkan menunjukkan insiden penyakit kardiovaskular untuk usia 25 tahun ke atas sekitar 1,2 persen (1.200 per 100 ribu penduduk).

Kegemukan merupakan faktor resiko penting pada penyakit jantung yang terjadi pada orang dewasa dan terutama pada anak muda. Penelitian jangka panjang terhadap anak-anak yang diikuti sampai remaja dan dewasa memperlihatkan bahwa anak yang kegemukan tumbuh menjadi orang dewasa yang kegemukan. Dan yang penting, terbukti pula bahwa kegemukan pada anak menyebabkan dasar metabolis untuk penyakit jantung saat dewasa.

Bahkan, studi epidemiologi yang dilakukan Berenson GS di New York, Amerika Serikat, menunjukkan bahwa faktor risiko penyakit kardiovaskular dapat diidentifikasi sejak usia dini dan diprediksi ketika dewasa menjadi faktor risiko penyakit jantung koroner.

Kurang Gerak

Kegemukan kerap dikaitkan dengan persoalan pola makan dan gaya hidup. Sisanya akibat keturunan dan penyakit. Pemberian makan berlebihan pada bayi akan menimbulkan berkembangnya sel-sel lemak. Sel-sel ini dapat mengakibatkan pembentukan lemak secara cepat, sehingga menyebabkan kegemukan di kemudian hari.

Pada anak remaja pun kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji menjadi sebuah kecenderungan yang patut diperhatikan dan diwaspadai. Di kalangan mereka, menikmati makanan cepat saji bahkan menjadi sebuah gengsi. Karena itu, makanan cepat saji cukup popular dan diminati anak-anak remaja.
penyakit jantung
Padahal, jenis makanan ini didominasi oleh bahan makanan tinggi kalori dan lemak. Variasi sayur dan buah sangat sedikit, bahkan cenderung tidak ada. Kalau setiap hari anak maunya makan jenis makanan seperti ini, tentu saja kegemukan bakal tidak bisa dihindari.

Selain itu, gaya hidup anak muda sekarang yang jauh dari aktivitas fisik akibat televisi, video games, dan komputer yang tersedia di rumah menyebabkan kegemukan semkain merajalela. Saat ini, dua pertiga anak di dunia kurang gerak, padahal anak yang tidak aktif secara fisik mempunyai kemungkinan kegemukan 2 kali dibanding yang aktif.

Karena itu, membiasakan anak untuk mengatur makan, gemar makan sayuran, selalu aktif bergerak dan menghindarkan anak dari aktivitas statis menjadi pekerjaan rumah para orangtua agar kegemukan bisa dicegah dan penyakit jantung pun sirna.