Gala senin, 11 Nopember 1991 halaman 2

Drs. H.C. Najmuddin H. S:
Wartawan dan Mubaligh Mempunyai Fungsi yang Sama

BANDUNG, Gala – Wartawan dengan mubaligh mempunyai fungsi yang sama, yaitu sama-sama mempunyai berita atau khabar, kata Drs. H. C. Najmuddin HS.

Mubaligh dan wartawan, kata dosen Unisba itu ketika berceramah di kantor Gala, Jl. Braga, Bandung dalam rangka HUT Gala ke-23, Sabtu (9/11), tergantung pada berita atau kabar yang disampaikannya. Bila salah apa yang disampaikannya, baik wartawan atau mubaligh sama-sama berdosa.

Karenanya, kata dia, mubaligh belum tentu akan masuk surga, bahkan lebih dulu masuk neraka, bila menyampaikan risalah Allah dan Rosulnya salah. Demikian halnya wartawan.

Kesan yang disampaikan mubaligh terhadap masyarakat sangat melekat. Apa yang disampaikan mubaligh akan dipercayainya kadang-kadang tanpa berpikir lebih panjang. Pokoknya kalau mubaligh menyebutkan begitu, masyarakat akan mempercayainya begitu, walaupun yang disampaikannya itu salah.

Karenanya ia mengingatkan tentang ajaran Islam yang masuk ke Indonesia, banyak ajaran yang justru tidak sesuai lagi dengan ketentuan Allah dan Rasulnya. Karena hal itu, misalnya, disampaikan kepada seorang mubaligh, maka di hati masyarakat akan melekat. Akibatnya bila ada seseorang yang menyampaikan ajaran Islam yang sebenarnya yang sesuai dengan dalil Al-Quran dan Hadits Nabi, malah tidak dipercayainya, bahkan mungkin dicacinya, dianggap tidak benar.

Ia mencontohkan seseorang yang ingin mengetahui keadaan Kota Bogor, kemudian oleh pemberitahunya justru dibawa ke Jakarta dan diterangkan bahwa inilah Kota Bogor, orang tersebut akan percaya bahwa inilah Kota Bogor, orang tersebut akan percaya bahwa yang ada Monasnya, Tanjung Priuknya, Taman Mininya dan segala macam keramaiannya adalah Kota Bogor. Dan pengetahuannya ini akan diceritakan kepada masyarakatnya yang ada dikampungnya.

Ketika ada yang menerangkan bahwa di Kota Bogor itu ada Kebun Rayanya, maka orang yang telah terlanjur menerima keterangan dari yang pertama akan menyalahkan orang yang memberitahukan keadaan Kota Bogor yang sebenarnya. Inilah bahayanya. Dengan demikian, tidak heran bila ada yang menyampaikan ajaran Islam yang sumbernya dari Al-Quran dan Hadits Nabi dianggap salah sebab sudah terlanjur menerima pelajaran dari pembawa berita yang pertama yang telah mendarah daging pada dirinya.

Menurut Najmuddin mengutip sebuah Hadits Nabi, “Tidak ada zaman yang paling indah kecuali zamanku, kemudian 30 tahun setelahku (para Sahabat Nabi), setelah itu dunia akan dihuni oleh manusia-manusia yang rakus akan harta.”

Karenanya, kata Najmuddin, tidak heran bila zaman sekarang banyak ajaran Islam yang tidak sesuai lagi dengan ajaran yang dibawa oleh Rosulullah.

Ajaran Rosulullah mengangkat harkat derajat manusia di mana ketika itu manusia berada pada kegelapan, alam jahiliyah, alam kebodohan. Namun justru Rosulnya sendiri dicaci-maki, dianggap oleh orang-orang jahiliyah sebagai pembawa ajaran baru yang menyalahi adat jahiliyah.

Ajaran Islam memerintahkan agar manusia bersaudara dengan sesamanya, saling tolong menolong, sebagaimana layaknya terhadap saudara sekandung.

Setelah Rasul meninggal, ajaran Islam pun berkembang dengan berbagai bumbu, tidak murni lagi, dan orang-orang banyak yang mempercayai terhadap ajaran Islam yang tidak murni itu, sementara ajaran Islam yang murni dari Rosul, tidak dianggapnya. (G-37)